TAN TUNGGAL RAJA BERSIUNG
SAMBAS – Kerajaan Sebedang adalah kerajaan unik dan klasik. Rajanya adalah Tan Tunggal. Tan Tunggal di kenal dengan nama Tan Nunggal. Ia adalah seorang Raja di zaman kerajaan yang bersusur galur Tan. Banyak versi mengenai Tan Nunggal ini, tetapi ada baiknya kita cermat memaknai kisah yang pernah kita baca dan literatur yang sesuai. Untuk kisah setiap literatur yang ada sebaiknya kita sesuaikan dengan adat, adab, dan agama Islam yang berlaku di zamannya. Tidak ideologisentrisme atau berdasarkan pada faham ideologi kita masing-masing. Kita harus netral dalam memaknai kisah itu. Minggu, (5/6/2022).
Pada pertemuan yang lalu-lalu Neaki telah membahas mengenai Tan Sari Kumala istrinya Tan Gipang., Tan Sumur, dan Kisah Kerajaan Majapahit Islam. Namun pada kisah ini, Neaki coba “BERKESAH” tentang Tan Tunggal.
Tan Tunggal(Tan Nunggal) adalah anak angkat dari Tan Gipang. Ia ditemukan oleh Tan Gipang di sebuah pulau terpencil dan tiada penghuni kala itu. Ia ditemukan di sekitar rumpun aur betung(Bambu Betung). Dari cerita rakyat Sambas, ia ditemukan oleh Tan Gipang sewaktu berbulan madu di Pulau Lemukutan. Tan Tunggal ditemukan setelah kepergian pasukan Putri Lay Muktan dan para dayang dan prajuritnya menemani Putri Cina itu ke Lemukutan. Konon Putri itu mengidap Po Lay Kho atau Leiko atau lepra(Sambas:Pakong, Koreng). Maka atas titah Ayahndanya dan hulu balang kerajaan Cina, maka disuruhnya ia berlayar ke negeri hijau di sebelah Timur. Maka setelah berlayar, maka terdamparlah ia di pulau ini. Singakat cerita putri itu sembuh setelah lama berdiam di pulau itu dengan makan ikan ruan tasik dan sayur daun pegagan dan lain-lainnya. Setelah kepergian mereka maka pada malam hari saat Tan Gipang dan istrinya bermalam di Lemukutan, terdengarlah tangis bayi. Dicari-cari maka dapatlah para prajurit bayi itu di semak-semak Bambu atau di rumpun bambu aur. Bayi itu adalah bayi keluarga pengawal Putri Cina. Yaitu keluarga dari pengawal Lay Muk Tan yang melahirkan. Dan mereka dilarang membawa bayi ke istana mereka. Daerah itu Sekarang kita sebut teluk Cina tepat di Pulau Lemukutan.
Tan Tunggal dipelihara oleh keluarga Tan Gipang. Ia menjadi pemuda yang gagah dan cerdik, serta alim karena dididik di kalangan istana Sabung 2.
Sementara anak kandung Tan Gipang masih kecil dan muda dan belum siap menggantikannaya, maka Tan Tunggal pun mengambil alih menjadi penguasa kerajaan Sabung 2 setelah meninggalnya raja Sambas kala itu. Ia memindahkan kerajaannya ke sebuah bukit dengan pemandangan alam sungai yang indah. Negeri itu diberi nama Sebedang. Menurut Uray Djalaloeddin Yusuf Datok Ronggo(1991:6-12) kisah ini terjadi pada tahun 1324 M. Dan Tan Tunggal meninggal Tahun 1345 M. Dan tempat pemantauannya untuk menyelidiki kapal asing sekaligus tempat peristirahatan adalah Sapok Tanjung atau bukit Sepuk atau gunung Kabak.
Kerajaan itu berdiri dengan sangat megah dan starategis untuk memantau kapal pelayaran Belanda saat itu. Orang Sambas kala itu menyebutnya pelayar orang Putih. Belanda dengan pesaingnya Portugis juga telah lama bercokol di Indonesia. Belanda datang sekitar tahun 1596 M di bawah pimpinan Cornelis De Houtman dan berhasil mendarat saat itu di Banten. Dan rombongan ke dua Belanda dipimpin oleh Jacob Van Heck sekitar tahun 1598 M lalu menyebar ke seluruh Indonesia, termasuk ke Kalimantan. Padahal portugis sudah dulu datang ke Indonesia mendarat di Malaka sekitar tahun 1511 M dan Spanyol tahun 1521 ke Tidore dan Maluku. Mereka semuanya berniat menjajah Indonesia. Kalimantan menjadi Incaran mereka terutama Bangsa Belanda adalah adanya motivasi poloitik dagang dan keinginan besar dari mereka yaitu 1) Gold( keinginan memperoleh kekayaan sebanyak-banyaknya), 2) Glory( ambisi memperoleh kejayaan), 3) Gospel(keinginan untuk menyebarluaskan agama Nasrani). Belandalah yang bercokol lama di Indonesia terus ke Kalimantan dan Sambas.
Di Kalimantan, khususnya Kalimantan Barat merupakan tempat terdapatnya tambang emas yang sangat terkenal kala itu. Memungkinkan pihak asing mengincar tambang itu. Emas merupakan logam mulia dan mahal saat itu. Dalam perjalanan sejarahnya kerajaan Sambas sudah mengenal tambang emas. Terutama daerah Siminis(Seminis), Sibawai(Sebawi), Silawbat(Selobat), Buduk Rantak(Buduk Sempadang) dan Sebedang.
Selain emas Sambas kala itu juga terkenal dengan ramuan tradisional yang ampuh sebgai obat kuat yaitu Pasak Bumi(pidara putih), Entenet(perdu berbuah merah tepian sungai), Air Pinang Muda, pala, keminting(kemiri) dan lain-lain.
Mengenai kisah Tan Nunggal yang menjadi raja ini, Neaki nak berkisah(bekesah) versi kalangan kerabat atau versi yang baiknya. Demi untuk menyampaikan kebenaran dan sesuai adat dan akahlak kita orang Sambas yang dari dulunya terkenal dengan Serambi Mekah dan alim kauamnya. Versi ini telah dikenang dan dikenal jaya saat Islam berkembang semenjak zaman kerajaan Tan Sumur yang didampingi anaknya Tan Sari Kumala dan menantunya Tan Gipang. Semenjak itu Islam sudah dikenal luas. Hingga makam penganut Islam dapat kita temui hingga sekarang berupa nisan batu, nisan ulin, dan peninggalan keris dan senjata lain yang berlafas Asma Allah.
Bukti kejayaan lain Islam adanya sebuah padepokan zaman itu yang Neaki tulis dalam kisah Tan Sari Kumala(pendekar Perempuan zaman kejayaan Islam Sambas). Padepokan itu dikenal hingga Zaman kesultanan Sambas Raden Sulaiman. Padepokan itu kita kenal dengan nama “Bantilan”( wawancara dengan Tan Rabu Segerunding). Menurutnya Bantilan kala itu adalah pusat ajaran agama Islam seperti diceritakan dalam kisah Putri Serai Wangi Putri Tan Sumur. Bahwa setelah pemuda dan pemudi tamat dari Bantilan mereka bisa menjadi prajurit kerajaan Sambas dan menjadi guru atau ulama di tempat asalnya.
Lanjut kisahnya. Bahwa setelah menjadi Raja di Sebedang, Tan Nunggal atau Tan Tunggal sangat tegas dan adil. Itu dikarenakan Tan Nunggal dididik dan dipelihara keluarga Ratu Gipang menjadi yang cerdas, dan terampil memiliki ilmu kanuragan tinggi yang tiada tandingannaya di mana ia sangat patuh kepada hukum adat yang berlaku. (Rabuli,2020:36). Ia membangun tambang Eamas dengan pekerja orang asing yang berpengalaman. Ia juga menggalakkan pertanian, dan perkebunan. Ia membuat tempat peristirahatan di lereng gunung Sepuk untuk memantau para pelayar asing.
Suatu ketika kedua anaknya Bujang Nadi dan Dare’ Nandung asyik ngobrol di taman istana. Mereka mengisahkan kehidupan istana yang sepi dan terhitung ketat akan peraturan. Laki-laki dan perempuan saat itu dilarang bertemu dan bertatap langsung tanpa ikatan sacral pernikahan. Maka terdengarlah perkataan Bujang Nadi kepada adiknya”Dik, Aku tidak akan beristri selama-lamanya, kalu calon isteriku cantiknya tidak seperti adik, dan adiknya Dare’ Nandung mendengar perkataan Abangnya lalu menjawab” Bang, Aku pun demikian juga tidak kawin selama-lamanya kalau calon suamiku gantenganya tidak seperti Abang”. Hal ini pun terdengar oleh prajurit istana dan dikabarkan kepada pejabat istana dan sampailah ke pada raja Tan Nunggal. Tan Nunggal marah dan malu akan adab dan kesopanan anaknya. Apalagi penyampaian dan ucapan pejabat saat itu menambah dan membuat sesuatu yang kurang mengenakkan hati Raja. Apalagi saat ia menjadi raja adalah merupakan penggambilan alih pewaris keturunan penguasa yang sebenarnya. Yaitu ia menggantikan keturunan Tan Gipang. Hingga pihak yang merupakan kubu pewaris tahta sah mendapat dukungan. Bujang Nadi dan Dare’ Nandung pun diasingkan dari istana atau dari tata kehidupan masyarakat setempat sesuai adat dan tradisi yang berlaku kala itu. Mereka diasingkan dan dibuatkan rumah tepat di lereng gunung Sebedang. Jaraknya 30 m dari taman tempat mereka bersantai berdua.
Prajurit yang dititahkan untuk membuat rumah pengasingan dua anak Tan Nunggal kurang mengerti akan keselamatan kedua penerus Tan Nunggal ini. Padahal raja menitahkan untuk membuat rumah untuk kedua anaknya berada tinggi dan tidak mudah tergenang air saat banjir dan hujan. Fentilasi atau lubang udara yang baik. Maka dibuatlah oleh prajurit rumah di lereng gunung Sebedang dengan seadanya. Mereka menggali lokasi rumah dan mendirikannya. Seperti rumah dalam keadaan gua saja. Pintu rumah juga tertutup rapat dan mereka tiada leluasa untuk keluar. Raja pun membekalkan bermacam peralatan untuk mereka hidup. Alat tenun kesukaan Dare’ Nandung juga dibawa. Seekor ayam jantan(Ayam Jogok) Bujang Nadi juga dibawakan untuk menghibur mereka dalam pengasingan.
Apa yang terjadi, hujan pun membanjiri rumah itu. Lubang angin rusak dan tertimbun tanah. Mereka tiada bisa keluar. Dan penduduk setempat sempat menyaksikan seminggu lamanya ayam Jantan berkokok dan alat tenun berbunyi. Namun setelah itu tiada lagi yang terdengar.
Raja pun sedih dan menderita sakit karena susah dan dibayangi rasa serba salah. Terdengar kabar lagi bahwa raja yang alim dan juga lalim menghukum anaknya sendiri. Maka setiap penduduk yang bersalah maka hukumannya juga tegas. Jika mencuri maka dihukum potong tangan. Jika berbuat zina maka diarak sekampung dan dicambuk atau disebat. Jika membunuh, maka dipenjarakan dan dihukum mati atau bunuh juga. Raja semakin tegas saat isu mulai terdengar kepadanya bahwa masyarakat sudah benci dengan hukum dan ketegasannya dalam memerintah. Ia juga diisukan raja makan manusia oleh orang tua kepada anaknya.Kejadian itu ketika raja menitahkan hukuman pancung(bunuh) orang yang dipenjara, ia pulang ke rumah. Dan mendapati istrinya ngidam membuat acar mentimun dan lukalah ia teriris pisau. Darahnya menitis ke acar mentimun tanpa sengaja. Dan raja yang romantic juga ikut makan acar mentimun buatan istrinya. Dayang istana yang mengetahui hal itu memberikan berita tidak baik kepada yang lain bahwa raja memakan acar dari darah istrinya. Cerita itu ikut bertambah dengan isu raja makan manusia. Hingga tersebar bahwa raja lalim dan makan manusia. Tambah pula raja menunjukkan benci pada wanita yang suka tertawa terbahak-bahak menunjukkan auratnya, memekik dan berbicara kurang sopan. Itulah menjadi sumber isu berkembang dan rasa dendam dari kalangan masyarakat.
Padahal saat itu pedagang asing mulai masuk dan hubungan dagang mulai terjalin. Tambang emas sempat diincar dan memperoleh keuntungan bagi kerajaan Sebedang. Kongsi dagang yang mulai merencanakan makar dan politik dagang mulai masuk ke kerajaan. Ketegasan dan kecerdikan Tan Nunggal menjadi sebuah halangan politik dagang orang asing dan lawan politiknya. Hukum Islam saat itu menjadi halangan pihak asing dan sekutunya. Saat itu masyarakat masih terbelakang dan mau di adu domba yang disebut politik Devide et Impera(Politik memecah belah dengan gabungan militer, dan politik ekonomi untuk memecah kelompok kecil) pihak Belanda. Maka Pihak Belanda sangat segan dan takut atas ketegasan dan ketangkasan raja yang jago bersilat. Saat itu orang Belanda menyebutnya “Raja Bersiung”. Bagi masyarakat umum Tan Nunggal adalah raja bertaring. Padahal Raja mempunyai Gigi Tunggal sejak lahir(Rabuli, 2020:32). Belanda dan sekutunya takut dengan strategi dan pemerintahan yang tegas dan bernuansa Islam Tan Nunggal. Raja Bersiung atau raja yang mempunyai taring kekuasaan. Raja Alim dan tegas. Garang dengan pendatang asing yang ingin merebut tanah air Sambas. Seperti Harimau bertaring menerkam penjahat asing. Allahu bissalam bissawab.
Kemudian rencana pun dilaksanakan. Prajurit dan pihak istana merencanakan pengungsian raja. Pada malam hari prajurit memasang obor-obor di atas ratusan rakit dari kedebong pisang. Obor itu dibuat dari karet Jinton nomor dua. Maka dihanyutkanlah obor-obor itu dari Sepuk Tanjung menuju Kote Bangun. Maka Panglima kerajaan melaporkan ke pada raja bahwa pasukan lanun dan makar akan menyerang istana. Raja Tan Nunggal yang memantau dan beristirahat dari atas bukit Sepuk Tanjung menyaksikan hal itu. Obor-obor yang disangka lanun itu memenuhi sungai Sambas Besar muara Tebangun. Padahal ia sedang sakit kembang kaki. Dahulu sakit itu disebut Bengkak Raja. Maka karena susah dan ingin mencari tempat aman, raja ingin segera disembunyikan. Maka Panglima menyuruh raja bersembunyi ke dalam peti(Sambas: Atong besi) yang telah dipersiapkan. Selanjutnaya peti itu digotong turun dari bukit Sepuk. Dan perahu Bedar yang berisi peti itu dikayuh ke hulu sungai Sambas Kecil menuju simpang tiga Muare’ Ulakan. Di ruang timba perahu ditelungkupkan timba(Sambas:tempurung labu), maka terdengarlah bruk, bruk, bruk seperti dayung para lanun yang mengejar. Sempat Tan Nungal bertanya.”Bunyi apa itu Prajurit? Tanyanya. “Bunyi perahu lanun sudah mendekat Tuan”. Jawab prajurit.
Maka setelah sampai di simpang tiga Ulakan maka ditenggelamkanlah peti itu. Anehnya Peti itu timbul terombang-ambing ke hulu dan hilir. Sampailah hanyut ke hilir lagi menuju Sungai Tebangun dan menepi ke daerah sungai sekitar sungai Sambas Kecil. Maka penduduk berusaha mengangkat peti itu namun tidak bisa diangkat hingga daerah tebing sekitar desa itu rubuh. Hingga kini daerah itu disebut Tebing Rubuh.
Lalu peti itu terombang-ambing hanyut Kembali ke sebuah teluk Rantau Panjang. Maka penduduk setempat pun menaikkan peti Raja itu. Dan hingga sekarang peti tersebut berada di daerah itu. Maka dimakamkan Tan Nunggal di Desa Rantau Panjang.
Ia mempunyai Seorang anak lagi dari istrinya yang Bernama Piantus atau dikenal Si Jangkung(tubuhnya tinggi, jangkung). Dan sempat dibawa lari dan diselamatkan pihak istana yang kasihan pada keluarga kerajaan.
Setelah meninggalnya Tan Nunggal, maka sepilah daerah Kerajaan Sebedang. Dan yang tersisa sekarang adalah makam kedua anaknya. Serta Taman Putri yang sekarang berada di daerah sekitar Sebedang. Menurut Faisal Bin Nurdin taman putri itu ia Kelola sewaktu dulu sudah tertata rapi tanaman yang mengelilingi kolam. Aliran air dari Danau Sebedang yang dulu sempat mengalir kini telah di timbun jalan raya Sebedang. Dan Aliran keluarnya juga tertimbun jalan setapak kearah makam Bujang Nadi dan Dare’ Nandung. Hingga kini daerah itu membentuk danau.
Sepeninggalan Tan Nunggal, maka kekuasaan diambil alih Kembali oleh anak keturunan Tan Gipang. Dan istana kerajaan dipindahkan Kembali ke daerah Sabung. Penerus tahta kerajaan dipimpin oleh Tan Penimbul dan memindahkan kerajaan ke daerah Paloh sekitar tahun 1404 M. Ia bergelar Pangeran Temenggung Sari Maharaja Paloh. Hingga penerus kerajaan Tan dan berganti tempat sesuai strategi dan titah penguasanya.
Dari kesah yang dapat kita petik adalah agar kita menjadi orang yang berjiwa bijaksana, alim, dan penuh dengan rasa saling menghargai. Berpikiran bijak dan tidak mudah diadu domba. Selalu bermusyawarah dan memiliki rasa peduli pada sesama serta belajar dan mengambil pelajaran sebagai pengalaman yang berharaga atas semua kejadian. Semoga kisah ini bermanfaat. Versi yang lain adalah kisah yang juga menjadi pedoman kita dalam berkisah pada anak cucu kita. Namun pesan yang baik hendaknya kita sampaikan pada anak cucu kita agar faham sejarah dan tidak mudah mengambil alasan dan pendapat sebalum memikirkan dan memahaminya.
Paggi ke Batang NANGKAK, Ceritenye’ pun LAKKAK.
Mohon maaf atas kesah yang lain, itu semua kekayaan lisan dan cerita sesuai lingkungan dan tokoh yang mendengar dan mengalaminya. Wassalam.
Mantap pak...boleh sy share atau posting k web sy
BalasHapusMakasih,silakan dengan senang hati
BalasHapus