PAK SALOY NGANCAU

SAMBAS – Cerita Pak Saloi atau yang biasa orang Melayu Sambas sebut Pak Aloi adalah merupakan cerita yang khas. Bukan saja di Sambas, cerita ini sudah tersebar kemiripannya di dunia Melayu pada umumnya. Kamis, (1/6/2022). Dalam kisah ini Neaki nak bekesah tentang Pak Saloi yang berakal. Yang biasa kita sebut cerdik pikirannya. Orang pintar ya Pak Saloi “berakal”. Kata “berakal” dalam Bahasa Melayu Sambas artinya adalah cerdik, pandai, dan mempunyai ide brilian atau pandai membodohi orang (Sambas: Pandai modo e’). Berakal dalam arti luas dari Bahasa Melayu Sambas adalah orang yang cerdas memecahkan dan menyelesaikan masalah atau hal tersulit dari nalar orang pintar. Misalnya orang pintar dalam berkreasi, bersilat, dan berlari kencang. Sebagai contoh singkat suatu pertandingan orang yang jago berlari dan kuat nafasnya. Tentu Pak Saloi akan kalah dengan fisik yang kurus, ceking dll. Maka ia bisa mengalahkan tokoh itu dengan jalan keluar yaitu berbaik hati dengan orang itu, memberinya makan kenyang, dan memberinya minuman yang enak-enak. Setelah ia kecapean, maka baru beradu tanding lari. Dll. Kisahnya: PAK SALOY NGANCAU Di kisahkan di negeri Melayu Sambas khususnya daerah pesisir Selakau hiduplah sepasang suami istri dan seorang anaknya. Pak Saloy (Shalah luay)namanya dan istrinya Bernama Mak Saloy mengikut panggilan suaminya, dan anaknya Bujang Saloy atau biasa disebut Bujang Beranggong. Karena anaknya sudah berumur tujuh tahun masih suka beranggong. Untuk nama Shalah Luay memiliki nama yang berarti lelaki yang baik dan sopan begitulah nama islaminya. Neaki pun jak ngire’-ngire. Sambas ngire’-ngire artinye berpendapat atau nebak. Sebenarnya Pak Shalah Saluay atau akrab kita panggil Pak Saloy saja ini adalah orang yang cerdik dan sopan serta lucu orangnya. Pak Saloy yang hari-harinya bekerja bertani dan sebagai nelayan ini adalah pekerja yang rajin. Sakin sibuknya ia suka bekerja apa saja untuk menghidupi keluarganya. Karena posisi pemukiman yang berada di pesisir maka kehidupan orang-orang dulu berada dalam lingkup pekerjaan Bertani di darat dan mencari ikan di sekitar pantai atau sungai. Selakau adalah daerah yang masih banyak sungai dan ank sungainya. Banyak kisah tentang Pak Saloy misalnya jarat burung, ngattah punai, ngail Ikan ngot-ngot, nabang kayu, Tandingan cabut karis nangkap lalat, dan banyak lainnya. Itu jenaka atau lucu untuk menghibur kaula muda atau anak-anak pada zaman dahulu sewaktu kita kecil. Cerita ini di Selakau sering disampaikan atau dituturkan oleh nek’ wan dan nek’ aki. Cerita ini sering di ceritakan saat ada acara kumpul. Cerita berkisah ini di daerah Selakau sering disebut berbalam (Sambas: be’balam,be kesah). Berbalam ini sering bercerita dan bersyair hingga berdendang dan diiringi gendang penghibur. Lanjut…. Pak Saloy tinggal jauh dari pemukiman penduduk lainnya. Hidupnya sederhana dan berkecukupan. Ia rajin dan bekerja apa saja yang penting halal. Sikapnya yang lucu dan lugu sering menjadi bulan-bulannan orang. Bulan-bulanan orang juga berarti (Sambas: Kate’an orang). Namun ia sering bersikap biasa-biasa saja dan tidak pernah marah pada siapa saja. Pekerjaan yang ia lakukan sering aneh dari orang kebanyakan dan menjadikan orang heran dan menggapnya bodoh atau stress, namun itulah ia, lucu. Al kisah, tersebutlah musim kemarau Panjang. Penduduk Selakau merasakan air sungai Selaku sudah asin sekitar bulan Januari hingga Juni. Air asin yang bewarna putih susu selalu menjadi keluh kesah orang kebanyakan. Kadang juga air asin berwarna putih jernih bilaair pasang, dan putih jernih dan asin saat surutnya. Tetapi pak Saloy itu adalah berkah. Di rumah pak Saloy istrinya pun mengeluh karena sulitnya untuk menyediakan lauk pauk. “O…Pak Saloy, bangun be’ uddah, hari dah siang yo. Mate hari dah te’callek’ nun ballah Timur.”! Bicara Mak Saloy dengan nada judes. “Em… sabar be mak Saloy maseh sajjok tok be’”. Sahut Pak Saloy sambil berbaring membulatkan tubuhnya. Bahasa Sambasnya tidok nge’ le’ngkor. “Jo…ngape’ me’ tang makin hari makin malas nak kerajje’ i? anak yo dah beranggong nuruttek ayahnya dah bassar pun malas nak bediri” “Buatkan aku aek kopi Sayang!” “adoi… sayang… dah berape’ lama’ dok’ pakai saying?” “ Sayang du be’ yang ku cintae’”. “Ku cintae, ke kucing tae’?” “Aok di be’ aak berangkat kerajje dolok di tok. Tapi ayang paggi juak i?” “Dah aak age’jikku be’ bille be jadi orang ballah inun?” “Eh, Mas ajaklah”. “Mas, mas, carekan rase’ nak cuttam Dewi Sambi nanggarnye’ tok’”. “Aok be’ ayangku, darling ku, buntat payongku, nak tekannang siang dan malam gallap gulite’ yang manis macam madu kelulud, yang cerammut macam bullan purname’. “Pandai innyan nak mujji kitte’ abangku yang ganteng, yang…hitam manis semoreng macam e…garram aku”. Sambil Mak Saloy mengemaskan bekalnya untuk pergi ngancau udang. Maka pergilah mereka ke tempat mencari udang. Mereka berkayuh menyusuri sungai Selakau dan memasuki anak sungai sekitar kebun kelapa. Karena sekitar pohon kelapa banyak udang sungai yang mencari makan dan menyusu di akar-akar pohonn kelapa. Maka di keluarkannyalah acau dan umpan berupa dedak padi yang di taburkan pada tanah liat. Lalu dimasukkan ke dalam ancau. Namun hasil mengancau pada hari itu sedikit saja. Karena mereka datang air sudah mulai surut dan anaknya suka mengganggu mereka mengancau. Anaknya Bujang Beranggong suka melemparkan tanah pada air. Sehingga udang-udang yang hendak memasuki ancau Pak Saloy berlariaan. Mereka pun pulang dengan wajah kurang ceria. Pak Saloy yang ceria dan lucu selalu memberi istrinya nasehat. Ia sosok yang humoris dan di Sambas di sebut “pembalar”. “Ramak ngan udang nyarok pun rejakki jua’ Ayangku”. Nasehat Pak Saloy. “Aok di be’rejakki semue’ Allah Ta’ala yang ngatornye’ ayang ebeb”. Sambil mata mak Saloy berubah terbelalak. Kalau dalam logat dan raut orang Melyu Sambas “te’ cinnat”. Lalu membuat lauklah Mak Saloy. “Mak Saloy buatkan aku sambal goreng nyarok i? lempeng Nyarok, dan gayam nyarok”. Pinta Pak Saloy. “Je…je’…je’…banyaknye’ permintaan Pak Labbay tok…!, rase nak selaok telinge’ku nangngarnye’. Hore’ mun ku sambal dengan lassong-lassongnye’ tok”. Ketus Mak Saloy. “Aok dah sie Ya Humairoh”. “Pandai dah bahase’ Arab i? rase’ tarrang biggek mate’ku nangarnye’. Bille belajar bahase’ Arab Ustatz ye’?” “em..em..em.. nak tau juak jikku be’ nahwu, sorof, kitab kuning, kitab itam, dan kitab hijau, hijas 1, hijjas 2 semue’ dah lakkak bace’nye’”. “Aok dah sie, rase dah tejumpelah aku tok dengan pak labbay yang alem sedunie’, adoi…!”. Sambil Mak Saloy memasak udang lempeng nyarok dan sambal goreng Udang(nyarok). Mereka pun menyantap hidangan dengan lahapnya. Tidak lupa mereka makan berulamkan daun pegagan dan daun pucuk singkel. Tumbuhan perdu yang banyak di sekitar Sambas. Tidak lupa setelah makan mereka melaksanakan ibadah sholat. Mereka berencana esok harinya akan mencari udang lagi. Mereka berencana akan mengubah strategi mengancau yang unik. Pak Saloy lah yang meberikan ide cemerlang itu. Istrinya tidak diberi tahunya, yang penting esok pergi bersama. Keesokan harinya berangkatalh Pak Saloy dan Mak Saloy beserta anaknya. Mereka menuju ke lokasi yang sangat strategis yaitu anak sungai atau parit. Parit itu haruslah lokasi yang banyak tumbuhan semak-semak air yang disebut dalam bahasa Sambas banyak “banas” atau uras dan sejenis tumbuhan engkatek, dan bundung. “Mak Saloy, kitte’ terajjun dah!”. Sahut Pak Saloy kepada istrinya. “Yo…, be’ tang kite’ bedua’ dak ke buat ingar?” jawab istrinya. “tannang hari itok’ aku bosnye’.” Lalu mereka pun terjun ke parit dan pak Saloy membuka semua pakaiannya. Ia membaluri tubuhnya dengan tanah liat dan tanah hitam. Kemudian ia menaburi tanah di tubuhnya dengan dedak atau bekatul. Tidak lupa juga Pak Saloy mengikat tubuhnya dengan tumbuhan perdu yang merambat seperti engkatek, rumput air dan belaran aor(sejenis tumbuhan rotan). “Ha, mak…ade’ yang merayap-rayap di badanku yo!” “Tunggu-tunggu” Mak Saloy lalu mencedok udang yang menempel pada tubuh bagian bawah pak Saloy. “Adoi, undangnye’ nyapik anokku” “Anok yang mane’ be’ bang?” “Iye’ be’ Lancau.” “Hayya lancau nyi wa.” Mak Saloy mencedok udang itu. Dan dapat banyaklah udang sampai berember-ember. Mereka kegirangan bahagia. Namun semakin siang udang yang menempel pada tubuh bagian bawah Pak Saloy semakin banyak. Terutama menempel pada tubuh dan anunya. Semakin banyak yang menempel Mak Saloy pun geram dan menangkap udang-udang itu dengan tangannya. “engh…engh…engh banyaknye’ udang polehan kitte’ hari itok’ Sayang Ebeb i?” “aok, tangkap-tangkap dah ye’”. Lalu mak Saloy pun menagkap dengan sekonyong-konyongnya. “Ha…bassarnye’ udang Ranggah tok ngerassang, ngerijjing lalu. Adoi…nah tang ade rambutnye i?” “Adoh, nah!. Bukan iyye’. Iyye’ Ulok Lassong ku.” “Yo be’ gayye’ ke’ gassaknye’, jak pusake’ kawan yang ku geragau. Engh…engh…engh(sambil menggelengkan kepala). Bahaye’ udang iye’ ye nyapik sage’an kuat. Undang galah raje’ Seburik ye’. Tak lama kemudian mereka pun naik ke daratan dan mencuci udang-udang hasil ancauan atau tangkapan mereka hari itu. Senyum simpul yang terlihat bahagia di antara mereka. Sinar bahagia tampak sederhana. Kebahagiaan dari kehidupan mereka tidak sulit dicari. Mereka bahagia walau hidup di pemukiman dan daerah hutan yang hijau nan rimbun. Hidup di sekitar peraiaran asin dan payau. Kesempurnaa hidup dari apa yang mereka peroleh itu didapat dari keuletan dan keiklasan hidup dan berserah diri dari apa yang dihadapi. Berserah diri kepada Sang Pencipta alam ini. Sekian. Narup ke Sebayan sebentar Ke Sungai Nyirih Beli peranggi sangkak temaddak Cukup sekian dan terimakasih “Paggi ke’ batang Nangkak cerite’nye’ pun lakkak”. Ceritenye’ untuk kan orang Dewasa di atas 18 tahun.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RAJE’ KEMPONAN

MENGUAK KISAH MISTERI MAKAM RAJA TAN TIMBUL PASEBAN

RAJA SAMBAS TERTUA DENGAN BUKTI OTENTIK