KERAJAAN TAN PENIMBUL PALOH
SAMBAS – Tan Penimbul bergelar Pangeran Temenggung Sari Maharaja Paloh. Ia
adalah keturunan Ratu Gipang Raja Sabung II. Ia memindahkan kerajaannya ke
daerah yang amat strategis di tepi tanjong dan perairan laut Cina Selatan.
Daerah yang strategis itu merupakan daerah peraiaran yang terletak di daerah
Paloh tepatnya Kabupaten Sambas sekarang. Minggu, 15 Juni 2021. Kerajaan Paloh
ini sangat mendukung dalam pelayaran dan bidang kelautan. Letak kerajaan yang
merupakan kerajaan Maritim ini juga mendukung kegiatan Agraris rakyatnya. Hasil
alam yang melimpah merupakan sumber kekayaan kerajaan. Masyarakat aman dan
makmur dari segi ekonomi kerakyatan, karena hasil alam berupa pertanian melimpah
karena kesuburan daerah daratannya. Dalam bidang kelautan kerajaan Tan Penimbul
sangat mengutamakan kesepakatan perdagangan yang adil dan saling menguntungkan.
Para pedagang yang berlabuh di dermaga kerajaan diatur sedemikian ketat dan
adil. Menurut H. Syamsudin bin Ibrahim dalam Rabuli, (2020:52) kedudukan pusat
kerajaan Samba (Jawa Kuno: bersukaria, menari) terletak di Kawasan Cermai Paloh
di pinggiran Laut Cina Selatan dan pinggiran sungai Paloh. Kemudian ia
menambahkan bahwa pada jaman Belanda kawasan Cermai masih merupakan sebuah
kawasan yang ramai penghuninya. Dan kerajaan Sambas Paloh berdiri sekitar 1404
M. Mengutip dari pernyataan Prof DR. Slamet Muljana bahwa bukti lain adanya
kerajaan Sambas Paloh bahwa Laksamana Ceng Ho datang ke kerajaan Sambas Paloh
dengan armada Tiongkok Dinasti Ming di Sambas ia telah membentuk masyarakat
Islam Hanafi. Peristiwa ini terjadi setelah merebut Kukang (Palembang) dari
perampok Hokkian dan membentuk Tiongkok Islam/Hanafi di kepulauan Nusantara
(Indonesia) di Kukang (Palembang) tersebut. Dahulunya sekitar Pemangkat, Jawai
dan Paloh masih banyak Klenteng-klenteng di pinggiran Sungai pesisir Sambas. Hal
itu di karenakan sepeninggalnya pasukan atau armada Dinasti Ming tidak pernah
lagi mendatangi kelompok Tionghoa Islam Hanafi di Nusantara hingga keadaan
masyarakat Tionghoa Islam Hanafi mundur. Apalagi pembimbing mereka Laksamana
Haji Sam Po Bo, Haji Bong Tak Keng dan dan Haji Gan Eng Cu wafat, sehingga
masyarakat Tionghoa Islam Hanafi di Jawa, Palembang, dan Sambas terpaksa
dipimpin oleh Bong Swi Ho sendirian dan ia tidak dapat menjangkau lebih leluasa
binaannya. Maka sepeninggalnya mereka kembali dengan kepercayaan mereka.
(Rabuli, 2020: 53). Hal itu membuktikan bahwa kerajaan Paloh ini telah eksis
pada zamannya dengan banyaknya pendatang dari Tiongkok sebagai penyebar Islam
dan pekerja yang ulet dalam bidang pertanian di Paloh Sambas. Hal ini juga yang
memberikan paparan banyaknya sekitar pesisir Paloh adanya kelenteng (Sambas:
Thai Phak Kung, Tai Pekong). Daerah ini dulunya juga mempunyai Pelabuhan
starategis yaitu: 1) Pelabuhan Belimbing 2) Pelabuhan Selimpai 3) Pulau Haji
Sani. Untuk memperjelas gambaran daerah itu berikut ini penulis tampilkan
petanya.
1. Pelabuhan Belimbing(Belembeng)
Sumber foto: Balai Konservasi SDA Kalimantan Barat
2. Pelabuhan Selimpai Sumber foto: Tribunnews.com(diubah fungsi Gun) 3. Dengan daerah pengawasan Pulau kecil yang sekarang di sebut pulau Haji Sani. Sumber foto: Dok. Sarif Kurnia Sandi (diubah fungsi Gun) Pulau Haji Sani ini telah mulai erosi dan tenggelam apabila air pasang laut. Sewaktu berdirinya kerajaan Sambas Paloh, daerah Tanjung Belimbing sudah mulai erosi tetapi masih di jadikan sebuah Pelabuhan. Tanjung Belimbing juga masih eksis di jamannya. Hingga menjadikan kerajaan Paloh Sambas daerah Maritim yang maju. Hingga Pelabuhan itu dipindahkan agak kedalam keberadaanya menjadi Pelabuhan Selimpai. Namun keadaan kerajaan mulai merosot karena mulai ikut campurnya pasukan Belanda. Daerah Ceremai sebagai Pusat Pemerintahan yang terletak di sekitar sungai Paloh mulai suram. Raja Tan Penimbul dalam usia lanjutnya mewariskan kerajaanya kepada anaknya. Untuk lebih memperjelas keadaan lokasi peta zaman dahulu hingga sekarang, maka penulis coba memperjelas foto peta Pelabuhan Paloh dari sketsa yang jelas. Peta tanjong Belimbing(Sambas: Belembeng), Tanjung Selimpai, kini menjadi Pantai Selimpai karena erosi, dan Pulau Haji Sani Tempat Pengawasan zaman dahulu sebuah kerajaan hingga kini juga telah mengalami erosi parah. Sketsa awal penulis pelajari dari sumber buku karya Drs. Rabuli atas penjelasan narasumber H. Wajuni Bin Busu Bin H. Matnoh Bin Liong Bin Tele penduduk asli Paloh yang mana sumber informasi itu ia dapatkan dari kakeknya H. Matnoh bin Tele. Alasan penulis menggambar sketsa adalah karena sumber awal sudah tidak jelas gambar petanya. Adapun gambar bernomor 1) Tanjung Belimbing(Belembeng) 2) Pulau Haji Sani 3) Pantai Selimpai Kiranya kita dapat melihat lebih jelas keadaan tanjong Belimbing, Pulau Haji Sani dan Tanjung Selimpai yang kini menjadi Pantai Selimpai karena erosi alam ini. Dan tidak heran dari masa kerajaan Wijaya Pura abad ke 5 M hingga abad ke 7 M sudahn mengalami kejayaan karena bentuk kerajaan Maritimnya. Berita itu kita peroleh dari pernyataan pelancong Cina Bernama I-Tsing yang melakukan perjalanan ke laut Selatan pernah di kerajaan Wijayapura, kemudian wilayah itu disebut P’o-lu-shih. (Prof. DR. Slamet Muljana dalam Rabuli, 2020:13). P’o-lu-shin menurutnya adalah negeri Paloh sekarang ini namun keberadaan lokasi negeri kerajaan Wijaya Pura ini tidak ditemukan jejaknya. Pelabuhan di wilayah paloh dan daerah tanjong serta sungai Sambas merupakan kunci pokok kemakmuran sebuah pemerintahan kerajaan. Salah satunya kerajaan Nek Riuh abad ke 13 M yang keberadaannya di sekitar gunung Senujuh daerah Sajingan Besar dan sekitarnya tidak lepas dari wilayah perairan. Demikian juga kerajaan Tan Penimbul Paloh Sambas kala itu, tidak lepas dari posisi strategis wilayah simpang tiga sungai Paloh yaitu terletak di sekitar Ceremai. Guntur,S.Pd. SD.
Komentar
Posting Komentar