BEKESAH KERAMAT SUMPIK SELAKAU
SAMBAS- Syeikh Muhammad Sa’ad Selakau atau dikenal dengan H. Muhammad Sa’ad bin H. Yasin bin H. Sua’ib. Tokoh inilah yang ada sangkut pautnya tentang Keramat Sumpik. Ia dilahirkan di Tanjung Rengas Sambas sekitar tahun 1807 M. Syeikh Muhammad Sa’ad memiliki dua orang istri. Istri pertama Ra’mah memiliki keturunan:1) H. Bujang Afif 2) H. Abdullah 3) H. Muhammad 4) H. Zainal 5) Zainab 6) H. Abdul Mu’in. Dan dari istri kedua yang bernama Dayang ia memperoleh seorang anak perempuan yaitu Ambab. Kamis, (3/6/2022).
Dalam kisah ini Neaki nak bekesah tentang Keramat Sumpik. “Sumpik” menurut Bahasa daerah Melayu Sambas adalah Sumpit atau menyumpit, menyemburkan air selaju sumpit, atau meluncurkan sesuatu benda dengan halus dan kecil. Keramat Sumpik dalam kisah ini berhubungan dengan seekor ikan air Payau yang menghuni aliran sungai Selakau, tepatnya di daerah Dungun Angus. Kisah ini sempat diabadikan dalam tulisan Bapak Guntur dalam bukunya “Cerita Rakyat di Pesisir Sambas”. Tahun 2020 dan diterbitkan oleh Penerbit Pustaka Aloi.
Alkisah….
Pada usia muda Syeikh Muhammad Sa’ad Selakau pergi ke Mekkah. Usia orang dulu sekitar belasan tahun dan mereka mengikut Perahu layar ke Mekkah. Untuk cerita ini banyak versi pelayarannya. Menurut info mesin uap ditemukan sekitar tahun 1769 M, mungkin setelah menaiki perahu layar rombongan menaiki kapal Mesin Uap. Setelah berlayar para Jama’ah Haji akan ke Batavia mengikuti rombongan lainnya menuju Mekkah.
Setelah datang di Mekah ia belajar dengan Syeikh Ahmad Sambas dan mendapatkan ijazah Tariqoh Qadiriyah Wa Naqsyabandiyah. Lalu ia pulang ke Indonesia tidak langsung ke Kampung halamannya Tanjung Rengas, ia langsung berlayar menuju Amuntai Kalimantan Selatan. Ia sempat mengajar di sana sekitar 12 tahun. Setelah itu ia pulang ke Sambas dan membuka daerah Selakau. Ia pun mengajar agama Islam yaitu ilmu Tauhid, Fikih(Sambas: Fakih), dan Tasawuf yang dipusatkannya sendiri di rumahnya. Ia adalah tokoh alim dan wara’ dari Selakau. Ia mengajar dengan iklas dan tidak memungut biaya. Ia selalu membantu dan suka memaafkan orang sekitarnya jika ada salh faham padanya dalam urusan sosial kemasyarakatan dan sering dimintai pendapatnya mengenai pemecahan masalah di lingkungan sekitarnya. Ia membimbing penduduk Selakau dan menjadi Khatib dan Imam sekitar Selakau. Setelah ia membangun Mesjid Sirajul Islam makin ramailah penduduk yang sholat di masjid itu. Mereka berbondong-bondong menunggu sholat Jum’at dan rela subuh sudah berkayuh menunggu di steher masjid sebelah kanan dan kirinya. Ada yang sempat berbekal makanan kue mueh, nasi lengkap, Putu sagon(Sambas: tepung sagu di tambah gula pasir halus dan dipanggang), amping beras, dan buah-buahan.
Dalam membimbing penduduk Selakau ia mengarang kitab-kitab berbentuk mushaf yang kini kitab itu telah usang dan tak terawat hingga tak berjudul dan dimakan rayap. Sekitar Tahun 2000an kitab di lemari bukunya dibongkar dan dapatlah diselamatkan kitab besar ‘hadis Bukhori, hadis Muslim, Perukunan 13 Melayu, Panduan TahtimQur’an(tulisan tangan), Panduan Tahlil: Penyelenggaraan Mayat dan Sedekah Para Zuriatnya(tulisan tangan)”, dan mushaf yang tidak diketahui judulnya berbentuk secarik lembaran terpisah.
Dari sinilah Neaki nak becerite’tentang keramat Sumpik….
Waktu dulu terjadilah kemarau Panjang. Di daerah Selakau bila musim kemarau Panjang, maka orang-orang akan kesulitan air bersih atau air minum. Maka berduyun-duyunlah orang pergi mengambil air ke hulu sungai Selakau hingga ke hulu Selakau Tua terus ke Bakuan tepat di bawah aliran air gunung Bakuan. Waktu itu kemarau sangat panas dan menyengat. Penduduk yang berkebun dan membakar ladang dan kebun mengalami kebakaran hutan. Walaupun jika tidak membakar hutan bila musim kemarau panjang maka secara alami terjadilah kebakaran lahan mereka.
Singkat cerita ada seorang murid Syeikh Muhammad Sa’ad Selakau yang bernama Abdul( tiada diketahui nama jelasnya). Abdul sangat dekat dan patuh pada gurunya. Ia selalu belajar agama dengan Sang Syeikh. Walau sedang menyalai Kopra pun. Kopra(kelapa salai, kelapa kering karena di jemur atau di asap). Waktu itu penduduk desa Dungun sangat kesulitan dan kekeringan lahan mereka. Maka terjadilah kebakaran yang dahsyat. Api berkobar di mana-mana. Hampir kebun dan ladang terbakar. Api yang terkena angin makin hari makin besar dan melalap seluruh areal dan tanaman yang berjejer di sekitar pemukiman penduduk hingga ke tepian sungai Selakau. Maka mengadulah Abdul kepada Sang Syeikh atau gurunya. Dulu orang tidak menggunakan kata”Syeikh dalam berdialog, tetapi menggunakan kata “Pak Haji” menandakan ia pernah ke Mekah atau naik Haji.
“Pak Haji, ayap be’ ayap!” sahut Abdul sambil menggerutu dan was-was.
“Ade’ ape be’ Abdul” tanya Sang Syeikh.
“kebakaran di mane’-mane’ Pak Haji e’ hamper nak kannak kabon Pak Haji yo e’”.
“Sabar be’ Dol, bawa betannang, ingat pada yang Satu memandang pada yang banyak ye’, iye’ semue’ Af’al-Nye’.”
Abdul terdiam dan berjalan mondar mandir tiada tentu. Ia merasakan hawa panas sudah menyulut ke daerah kebun tempat mereka menyalai kopra. Tetapi ia heran dengan ketenangan Sang Syeikh. Sang Syeikh selalu memberikan nasehat dan selalu memangdang semuanya dengan syukur dan berserah pada Allah. Tempat sholat Haji Muhammad Sa’ad tetap dingin dan asap tiada berkerubut di sekitar pondoknya. Karena lelah dan cape Si Abdul berpamitan pulang kepada gurunya. Ia harus membantu penduduk sekitar memadamkan api yang menjalar hingga sekitar perumahan atau jalan umum.
Maka terlihatlah oleh Abdul dari kejauhan gurunya mengambil air wudhu dan sholat di sekitar pondoknya. Dulu tempat wudhu itu terdapat batu hitam licin dan bersih yang orang sebut batu pulau. Seketika berdo’a maka muncullah Seekor ikan Sumpik yang besar sekitar daerah peraiaran sungai Selakau. Ikan itu besar dan menyemburkan air dari mulutnya seraya menyumpit kobaran api yang menghanguskan daerah di sekitar itu. Sepasang ikan besar itu orang Selakau sebut “puake Sumpik”. Puake(Sambas: besar, aneh). Ikan itu terus menerus menyumpit kobaran api dan akhirnya padamlah sekitar daerah yang yang banyak ditumbuhi pohon Dungun itu. Maka daerah itu nantinya di sebut Desa Dungun Angus. Waktu itu daerah ini banyak dikunjungi orang dari dalam ataupun luar Sambas untuk mengetahui dan mengenang kejadian tempat tersebut. Dan sempat penduduk sekitar memberi bendera kuning. Kini daerah itu telah menjadi sebuah anak sungai yang dalam. Namun hingga kini orang-orang tua di Selakau masih mengingat tempat itu dengan sebutan “Keramat Sumpik”. Wallahu alam bissawab.
Banyak kisah yang menandakan kewalian atau kekaromahan Syeikh Muhammada Sa’ad Selakau. Di ceritakan oleh penduduk sekitar(ibu-ibu) dan cerita ini samapai kepada murid-muridnya hingga sekarang( Semparuk dan Selakau). Bahwa saat itu ibu- ibu yang merupakan keluarganya mempunyai anak kecil yang suka iseng atau nakal. Mereka memainkan sebuah Tasbih berbiji seribu Sang Syeikh. Maka terjatuhlah “Tasbih Seribu” itu. Mengetahui kejadian itu ibu-ibu itu mengambil Tasbih Seribu itu dan mencoba mencucinya. Padahal mereka sudah melihat tasbih yang terjatuh pada comberan (Sambas: aek ciringan) berbentuk cekungan atau berkubang bekas jatuhnya. Mereka membasuhnya dan memasukkannya ke dalam baskom(Sambas: Bare’ng). Mereka memasukkan air seember demi seember, air tiada penuh. Lalu dimasukkan air sekitar 4 atau 5 baskom(Bare’ng) air tiada pula tumpah. Maka kesallah mereka. Dan diambil Tasbih Seribu dan ternyata bersih dan wangi saja. Begitu juga makam Sang Syeikh saat meninggal harum dan tiada di genangi banjir bah sewaktu dulunya. Air hanya basah dan lembab saja. Mengenai Tasbih Seribu Datok Nek Syeikh Muhammad Sa’ad itu kini masih dipegang oleh Murid Syeikh Marzuki Sholeh yang berdomisili di Singkawang.
Sang Syeikh meninggal dalam usia 115 tahun pada tahun 1922 M. Ia dimakamkan sekitar masjid Sirajul Islam di Desa Selakau(sekarang Desa Parit Baru Kecamatan Selakau).
Murid-muridnya adalah :
1) H. Zainal(mursyid) sekaligus anaknya, turun ke 1.1) Syeikh Hasan Mukri Semparuk(Mursyid), turun ke Marzuki Sholih Semparuk( Mursyid), turun ke Ja’far Parit Bilal Jungkat(Mursyid) dan turun ke Bujang Jur’in Semparuk( Mursyid).
1.1) Marzuki Sholih juga punya murid yaitu H. Muin(muridnya sekitar segedong/Mensere, H. Bor’i.(tidak diketahui murid-muridnya)
Dan Bujang Jur’in mempunyai murid-murid yang tersebar di sekitar Sambas yaitu Semparuk, Jawai, Selakau, Kartiasa dan Tebas dan sekitarnya. Dari info yang didapat dari beliau adalah Syeikh Jayadi M. Zaini Sarilaba(Mursyid), Muhammad Isye Semparuk, Wandi Semparuk, Guntur Amman Semparuk, Bulyan Selakau, Mogneli Gafura dll.
1.2) Syeikh Sabli murid-muridnya tersebar ke Selakau, Satunya H. M. Arif Selakau dll.
2) Syeikh H. Zahri Abdul Karim sungai Kunyit
Syeikh H. Zahri Abdul Karim Sungai Kunyit mempunyai dua murid yang menjadi mursyid(yang tercatat). Yaitu Syeikh H. Hamdan dan Syeikh H. M.Sandi Merabuan.
2. 1) Syeikh H. Hamdan mempunyai tiga orang murid yaitu Syeikh H. Sanudi Putting Beliung(Mursyid) murid-muridnya tersebar di Putting Beliung Sambas, H. Tauran Putting Beliung, dan Syeikh H. Abdurrahman bin H. Umar Merabuan(Mursyid) murid-muridnya tersebar di Sambas dan merabuan. Dan salah satu muridnya adalah Drs. H. Hakimin.
2. 2) Syeikh H. Sandi Merabuan mempunyai banyak murid. Salah satunya adalah Ruslan S. Ag Mempawah.
Semoga kita dapat mengambil manfaat dari cerita kisah ini.
Komentar
Posting Komentar