MAKAM KERAMAT OPU DAENG KEMASIH

SAMBAS – Kita patut berbangga dengan adanya dua makam pusaka(Sambas: Pusake’) Sambas, yaitu Makam keramat Syaikh Abdul Jalil Al Fathani(Lumbang Keramat) dari Thailand Selatan dan Makam keramat Opu Daeng Kemasih( Dalam Kaum Sambas) dari kerajaan Luwu Sulawesi Selatan. Kamis, (25/5/2022). Keberadaan makam yang akan kita angkat pada pertemuan kali ini adalah situs makam bersejarah nan keramat Opu Daeng Kemasih. Di dunia Melayu dengan berbagai dialek sub suku kecil mengenal sebutan Opu Daeng Kemasih dengan beragam sebutan. Adapun dialek yang tersebar di masyarakat Kabupaten Sambas adalah Daeng Kemase’, Daeng Kemasi, Daeng Manase, Daeng Manasik, Daeng Kamase, dan Daeng Kamasik. Semuanya adalah mengarah pada satu tokoh Opu Daeng Kemasih yang ada di daerah Kabupaten Sambas. Tepatnya di pemakaman umum Kerajaan Sambas sekitar Gang Solan Dusun Sukaraja Desa Dalam Kaum Kecamatan Sambas Kabupaten Sambas. Makam yang dikenal dengan Makam Pusake’ Sambas Opu Daeng Kemasih ini adalah makam Pangeran Mangkubumi Sambas. Ia adalah sosok Pangeran Mangkubumi Sambas yang dianugerahi gelar oleh Sultan Umar Akamuddin I (1708-1732 M) yaitu Sultan Sambas ke 3. Disebut pusaka Sambas(Pusake’) karena makam ini merupakan makam langka yang ada di daerah Sambas. Pusake’ artinya sesuatu yang berharga, asing, unik, dan langka. Mengingat makam ini keberadaannya di Sambas adalah tersendiri. Keluarga besarnya adalah dari kesultanan Luwu dan Gowa Sulawesi Selatan, Johor, Selangor, Riau, dan Mempawah. Mengenai sosok Opu Daeng Kemasih ini adalah saudara bungsu dari lima bersaudara dari satu ayah dan seibu yang dapat kita lihat yaitu: 1. Opu Daeng Parani 2. Opu Daeng Manambon 3. Opu Daeng Marewah 4. Opu Daeng Chelak 5. Opu Daeng Kemasih Adapun dalam pernikahan berikutnya Opu Tendriborang Daeng Rilleke menikah dengan Penguasa negeri Topamana dan mendapatkan anak permpuan Bernama Datu ri Watu. Ayah Opu Daeng Kemasih adalah Opu Tendriborang Daeng Rillaka. Untuk dialek yang berbeda tidak kita permasalahkan, baik Tendriborang Rilleke, Tendriborang Rillaga, dan sebagainya. Kakeknya adalah Opu La Maddusila( La Maddusaleh) atau dikenal dengan nama Andi Pattiware Daeng Parabung yang merupakan Datu Luwu ke XV pada tahun 1587- 1615 M. Adapun nama lainnya adalah Pattiarase, bergelar Petta Matinroe ri Malangke(Petta luwu) dan merupakan raja pertama yang menerima Islam yang dibawa oleh Datok Sulaiman atau khatib Sulung dari Minangkabau. Dan sebagai penerus Datu Pattiware adalah anaknya yang Bernama Pattipasaung(1615-1637 M). Mengenai sejarah dan silsilah lima Opu Daeng bersaudara ini penulis meneliti buku karya Amrullah Amir dan Bambang Budi Utomo(2016:49) yang berjudul Aspek-Aspek Perkembangan Peradaban Islam di Kawasan Indonesia Timur: Maluku dan Luwu, menyebutkan hubungan antara kerajaan Gowa dan Luwu terjalin dengan adanya pernikahan antara adinda Raja Gowa ke XIV I Manggarangi Daeng Manrabia Karaeng Lakiung Sultan Alauddin(1593-1639 M). Adapun nama adinda Raja Gowa itu tiada disebutkan Namanya, hanya bergelar Karaeng ri Balla Bugisika. Pernikahan ini mendapatkan keturunan tiga anak yaitu La Pattiaraja(12 tahun), La Patipasaung(10 tahun), dan dan Karaeng Baineya(6 tahun). Dalam masa pemerintahan berikutnya yang menggantikan Datu Luwu ke XV adalah anaknya yang bernama Patipasaung. Dalam pemilihan pengganti Datu Luwu ke XV Ini adalah berdasarkan kesepakatan pihak istana dan pilihan rakyat Luwu sendiri karena sifat dan tabiatnya yang disukai rakyat kala itu. Sehingga terjadilah kekacauan antar putra pertama dan kedua saat itu untuk menjadi penguasa Luwu. Maka terpecahlah dua daerah kekuasaan. Putra sulung Andi Pattiware yang Bernama La Pattiaraja bergelar Somba Opu meninggalakan Luwu dan mendirikan sebuah wilayah ibu kota di Cilallang di tepi sungai Paremang yang airnya bewarna merah. Ia menyatakan dirinya Datu Luwu di daerah bukit batu yang Bernama Kamanre dan mempunyai banyak pengikut sekitar Ponrang, Bajo, Suli, Larompong, dan Pitumpanua, namun rakyat merasa resah karena pemerintahannya yang keras. Sedangkan adiknya yang berkuasa di Luwu istana ayahndanya dulu. Ia menjalankan pemerintahan sesuai dengan titah ayahndanya dan disukai rakyat karena kelembutannya dalam memerintah. Karena terjadi kegaduhan dua pemerintahan, maka terjadilah kesepakatan antara ketiga wilayah adat kerajaan kala itu untuk mempertemukan dua beradik itu dalam suatu pemilihan pemimpin. Maka terjadilah pertemuan keduanya. Mereka diberikan masing-masing sebilah keris. Keduanya terkejut dan La Pattiaraja tertegun dan memeluk adiknya. Ia menyadari kesalahannya dan menyatakan adiknyalah yang pantas meneruskan titah ayahnya untuk menjadi Datu luwu. La Pattiaraja berizin keluar dari negeri Luwu dan menuju Gowa tempat asal muasal ibunya. La Pattiaraja dikenal sekarang ialah Opu Tendriborang Daeng Rilleke, ayahnda Opu Daeng Kemasih. Kisah inilah yang mengantarkan kejadian pengembaraan tokoh Opu Tendriborang Daeng Rilleke bersama anak-anaknya hingga ke Nusantara dan dikenal seantero negeri kerajaan Melayu. Makam Opu Daeng Kemasih sering mendapat kunjungan atau ziarah oleh para pemuka masyarakat baik dari sambas maupun dari luar negeri Saambas. Makam ini dikeramatkan karena suatu kejadian di luar nalar akal kita. Makam Opu Daeng Kemasih dikeramatkan karena di masa hidupnya Opu Daeng Kemasih mengabdikaan dirinya untuk kesultanan Sambas bersama Abang Iparnya Sultan Umar Akamuddin I. Ia juga murid dan sekaligus sahabat Syaikh Abdul Jalil Al Fathani( Keramat Lumbang Sambas), dan Syaikh Fakih Al Fathani( keramat Pokok Sena Mempawah), dan dekat dengan guru Opu Daeng Manambon Habib Husein Al Qadry. Semasa hidupnya Opu Daeng Kemasih adalah tokoh yang melanglang buana ke seluruh wilayah Nusantara. Menggunakan kapal Pinishi bersama saudaranya adalah suatu kegemaran. Mereka sempat mendirikan kongsi keamanan di sekitar kepulauan Riau untuk membantu kerajaan kecil dalam mengatasi masalah huru-hara kerajaan. Baik itu penjajah Portugis dan Belanda serta sekutunya atau pun para Bajak Laut yang ganas. Di samping itu mereka adalah pedagang masyur dan pelaut ulung dalam berperang di laut. Mereka mempunyai anak buah kapal dan prajurit pilih tanding yang dapat diajungi jempol. Dari berbagai kerajaan yang pernah mereka bantu adalah kerajaan Kedah, Kerajaan Riau Lingga(1719-1722 M), Kerajaan Selangor(1722 M), Kerajaan Johor(1722 M), Kerajaan Matan Sukadana(1723 M), Kerajaan Sambas(1725 M) dan Kerajaan Banjar(1723 M). Selain itu juga mereka sempat membantu Opu Daeng Manambon dalam menegakkan dinasti kerajaan Mempawah dari kekacauan dan perang saudara di Pinang Sekayuk(1740 M). Di negeri Sambas pula Opu Daeng Kemasi dan Opu Daeng Manambon pernah mengadakan Diplomasi anatar kedua keraajaan dalam jalinan hubungan pernikahan dan membantu dalam menjaga keamanan perairan sekitar peraian Sambas di sekitar Pulau Mukutan yang merupakan wilayah tetorial keamanan Kerajaan Sambas kala itu. Dalam penjemputan Syaikh Abdul Jalil Al Fathani ke Sambas adalah merupakan adanya perundingan dan Kerjasama antara kesultanan Sambas dan kerajaan Mempawah dalam pertukaran dan pengadaan Dai atau Ulama saat itu. Hal ini terjadi sekitar tahun 1725 M hingga kejayaan perkembangan Islam pada tahun 1740 M. Hal ini dibuktikan dengan dibangunnya sebuah Mesjid yang Bernama Kamasallaita pada masa kesultanan Sultan Umar Akamuddin I.(Riza, 2015: 34). Sebagai Mangkubumi Sambas ia sewajarnya menjalankan titah Sultan Sambas dan titah Abangdanya Sultan Mempawah demi untuk kemajuan dan penyebaran Islam di Sambas. Kekeramatan makam Opu Daeng Kemasih didapat atas kejadian yang terkisah dari pengunjung. Misalnya pengunjung yang mengaku akan menyimpan ilmu kebal, maka setelah ia menginjak tapak makam berupa nisan Batu karangnya, berdarahlah ia alias luka. Suatu Ketika pengunjung yang tak mengucapkan salam saat ziarah kubur, maka tiada bisalah ia mendokumentasikan atau memfoto makam tersebut. Pengunjung yang mengambil tanah makam suatu ketika dengan sengaja untuk kebaikan terhindar dari kecelakaan dan bahaya musuh. Allahu Alam bissawab. Semoga kita tidak mengikuti jejak kesyirikan dan Berserah kepada Allah SWT dan berdo’a melalui karomah dan keberkahan atau kebaikan wali Allah. (Guntur, S.Pd.SD)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RAJE’ KEMPONAN

MENGUAK KISAH MISTERI MAKAM RAJA TAN TIMBUL PASEBAN

RAJA SAMBAS TERTUA DENGAN BUKTI OTENTIK